The most common is that if we feel we have a soul connection with someone, it automatically means that we are “supposed” to be together in this lifetime. This can lead to much pain and suffering if we spend time and energy working to “force” that reality. The real connections that we have—soul to soul—are a deep. Spiritual aspect of our human existence. This may not be about finding gratification with another person. It could be that you are meant to feel a deep connection to this person in order to learn more about your soul, and this life that you are living in the now.
When we consider what we need or want, we are being human. When we consider what our spiritual lessons are, we are above the mundane thoughts of day to day, and can, in this mode, find true peace and serenity. There is no relationship, no ownership that can provide that same peace of mind. Learning what the goal for our soul selves will be with this “soul mate” becomes easier if we can shift our perspective. Does your love have a price tag? Is your love dependent on whether or not you get the gratification of being with that person in a certain and absolute format? Or is the true gift the level or depth of spiritual connection you can achieve without need to control the outcome?
I know that as “humans” we are like children, and we want what we want when we want it. That’s understandable – however, getting what we want does not always make us spiritually happy. In fact, it rarely does. Desire for something is a way to capture our attention, to get us to look deeply at something… as is pain. What are we looking for here? Do we want to get that “thing” we want more than we want to be spiritually at peace? In wanting that soulmate to be yours, you lose the very spiritual nature of the love between you. Would you still want it if you owned it? What if the very act of wanting to own that relationship is what destroys the spiritual or soul connection that exists?
The true nature of spiritual happiness is said to be… acceptance. If I could define enlightenment briefly, I would say it is the quiet acceptance of what is. With that in mind, can you shift your perspective, and see that perhaps this is more about feeling the genuine and authentic spirit and soul inside that human being rather than trying to harness or own the experience? It is rare to feel that deep connection with another being, to be grateful for every moment, every instance of that connection, and allow it to reshape your spiritual path. Your life may become filled with genuine and authentic moments!
Alright then, I’ll blog again when I’ve the time. I know the ending is like so abrupt. Lol…
Lot of confusing,
-ThePlainLady
Tuesday, November 30, 2010
New baby born of Arissa
Say heloo to her.. Hye Arissa!!
See her cute face..sure will make you melt.LOL..
Arissa, be a good daughter ya. Take care of your mom..
Aunty will always love Arissa..Muahx.Muahx..
regards,
Theplainlady
Monday, November 15, 2010
Seekor Kuda & Semut
Suatu hari, seekor kuda sedang beristirehat kerana merasa kepenatan setelah memikul barangan yang membebankan. Beban yang cuma sebesar setengah daripada punggungnya itu telah diletakkan dipunggungnya oleh majikan kuda itu.
Perjalanan yang begitu berat ditambah pula hari yang begitu panas terik, maka kuda itu pun beristirehat di pohon rendang, dengan nafas yang termengah-mengah dan mulutnya berbuih-buih.
Ketika kuda itu sedang beristirehat tidak sengaja, lalulah segerombolan semut yang kelihatan sedang bernyanyi-nyanyi dengan riang gembira sambil membawa makanannya.
Sambil membawa beban masing-masing, ada yang membawa bangkai, tulang-tulang binatang termasuk cebisan-cebisan manisan dan sebagainya lagi. Kuda itu itu terasa kehairanan apabila melihat segerombolan semut itu senang hati dengan riang gembira bernyanyi-nyanyi.
Semut juga melihat kuda terduduk dalam keadaan kepenatan. Sebaik sahaja menghampiri kuda tersebut, pimpinan semut itu bertanya kepada kuda, "hai kuda, apa yang sedang kau lakukan di sini."
"Saya sedang berehat wahai semut," jawab kuda.
"Kenapa kau kelihatan begitu penat sekali," tanya semut lagi.
"Itulah dia saya begitu penat sekali sebab membawa beban ini, beban yang tidak sebesar badanku ini tapi tersangatlah penat bagiku," jawab kuda itu lagi.
Maka semut itu pun bertanya, "punya siapakah beban yang kau bawa itu, wahai sang kuda?"
Maka kuda pun menjawab, "punya bosku yang ada di sana yang sedang minum dan makan-makan di bawah pohon itu."
"Oh begitulah ceritanya," kata sang semut tersebut sambil tersenyum..
Sang kuda berkata, "eh! Kamu semua kenapa begitu gembira?" kata sang kuda kepada sang semut tadi.
"Kami memang begini setiap hari. Kami juga membawa beban yang berat bahkan lebih berat dari badan kami tetapi kami rasa gembira sekali."
"Kenapa boleh jadi begitu ya?" tanya sang kuda dengan rasa hairan.
Ketua semut itu diam sejenak lalu berkata: "Barangkali kerana kita mempunyai jurang perbezaan wahai kuda."
"Apa itu perbezaannya?" tanya kuda.
"Kamu membawa beban yang berat tetapi beban yang berat itu bukan kepunyaanmu, punya majikanmu yang sedang makan minum di bawah pohon sana sedangkan kami semua membawa beban memang lebih besar daripada badan kami tetapi beban-beban ini adalah punya kami sendiri, bukan punya bos kami," demikian penjelasan semut itu.
Kuda itu termanggu-manggu tetapi dia tidak dapat berbuat apa-apa kerana dia tetap seekor kuda.
Apa moral dari cerita ini, barangkali kita pernah mendengar: "Saya tidak pernah berhenti, saya tidak akan menyerah." Mengapa orang-orang yang sudah punya penghasilan yang begitu besar tidak pernah penat, tidak pernah menyerah.
Jawapannya cuma satu kerana mereka membawa beban yang dimiliki oleh mereka sendiri, bukan milik orang lain. Ini juga adalah ciri yang paling jelas mengenai perbezaan antara orang yang menjadi usahawan dengan orang yang bekerja makan gaji.
{ mungkin saya pun mahu jadi semut suatu hari nanti..tak kisah penat, tapi berbaloi untuk diri sendiri ;) }
Luv,
thePlain7ady
Subscribe to:
Posts (Atom)